Asumsi yang Salah bisa Membuat Keputusan Tidak Akurat Lho

Asumsi dapat kita artikan sebagai sesuatu yang diterima sebagai kebenaran, fakta atau sesuatu yang pasti akan terjadi tanpa disertai bukti.

Asumsi yang Salah bisa Membuat Keputusan Tidak Akurat Lho

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu memuat asumsi terhadap suatu hal yang akan terjadi. karena masih berupa anggapan, maka asumsi kita bisa saja benar dan bisa juga salah.

Dalam skala perusahaan, seorang manajer kerap kali berasumsi untuk membuat sebuah rencana atau keputusan di tengah ketidakpastian. Ada banyak asumsi yang masuk akal (make sense), bermanfaat, dan membantu para manajer dalam membuat keputusan yang tepat.

Namun, hal sebaliknya juga bisa saja terjadi. seperti kata Angelo Donghia “Assumption is the mother of all screw-ups” yang berarti asumsi adalah biang kerok dalam segala kekeliruan. Maka, bisa saja asumsi yang dipikirkan oleh manajer tadi salah. Akibat dari Asumsi yang Salah tersebut keputusan yang diambil menjadi tidak tepat dan akurat. Sehingga bisa berakibat fatal dan membuat sebuah perusahaan mengalami kerugian besar bahkan bangkrut.Asumsi yang menyesatkan manajer tersebut biasanya merupakan blind spot atau titik buta yang membuat para manajer tidak bisa mendapatkan gambaran yang jelas dan akurat mengenai suatu situasi atau masalah.

Penyebab Asumsi yang Salah

Ada beberapa aspek penilaian yang membuat asumsi para manajer menjadi salah. Diantaranya adalah :

1. Pengalaman Masa Lalu

Membuat sebuah keputusan untuk masa depan berdasarkan masa lalu adalah suatu hal yang kurang tepat. Masa depan bisa saja berubah dan menciptakan kondisi yang tidak sama seperti di masa lalu. Sehingga diperlukan pula analisis yang lebih mendalam di berbagai aspek lain guna menilai apakah asumsi yang berdasar pada masa lalu ini masih relevan atau tidak.

2. Benchmarking

Benchmarking adalah belajar dari pengalaman organisasi atau perusahaan lain. Teknik Benchmarking ini sebenarnya lebih fleksibel dan juga mudah dilakukan. Kita tak perlu melakukan eksperimen atau uji coba langsung yang akan menghabiskan banyak waktu dan biaya. Namun, melakukannya secara sembrono tanpa memperhatikan faktor lain penyebab sukses organisasi yang dijadikan benchmark, tentunya akan menghasilkan asumsi yang salah. Akibat dari Asumsi yang Salah tersebut tentunya akan sangat buruk.

Berkaca dari pengalaman serta strategi perusahaan lain tak memberikan jaminan keberhasilan yang sama. Contohnya saja adalah kasus Benchmarking berbagai perusahaan otomotif Amerika pada perusahaan Toyota dan kisah Benchmarking yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan United Airlines pada pionir low-cost-carrier dunia :  Southwest Airlines (SWA).

Perusahaan-perusahaan yang mencoba melakukan benchmarking tersebut berakhir pada kegagalan dan tidak bisa meraih kesuksesan yang sama dibandingkan perusahaan yang ditirunya.

3. Ideologi

Ideologi dapat diartikan sebagai kepercayaan mendalam mengenai hal-hal, praktik-praktik yang dianggap benar dan baik. Ideologi ini juga kerap menjadi dasar asumsi yang salah dalam membuat keputusan.

Kesimpulan

Nah, Rupawan People selain berasumsi sebaiknya kamu memperhatikan aspek-aspek lain sebelum mulai membuat keputusan yang penting. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir resiko Akibat dari Asumsi yang Salah. Kamu juga bisa menerapkan manajemen berbasis-bukti (evidence-based management) dan meninjau ulang berbagai asumsi agar pandanganmu mengenai dunia tidak terhalang. Mempresentasikan semua asumsi yang dibuat dalam rencana strategis (strategic plan) atau rencana bisnis (business plan) pada para pemegang saham dan atau komisaris perusahaan juga akan lebih menunjang transparansi dan membuat paradigma baru.

Semoga bermanfaat,